Nasional

SPPI Minta Eksploitasi ABK di Kapal China Tak Diseret ke Politik Rasis

Ahad, 10 Mei 2020 | 12:00 WIB

SPPI Minta Eksploitasi ABK di Kapal China Tak Diseret ke Politik Rasis

SPPI minta semua pihak fokus kepada hak-hak pekerja untuk dipenuhi

Jakarta, NU Online
Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) yang merupakan bagian dari Sarbumusi NU meminta siapa pun untuk tidak menyeret kasus eksploitasi yang dilakukan perusahaan kapal Longxing terhadap Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) ke politik rasis. 

"Kita ini sedang berhadapan dengan perusahaan swasta yang kebetulan sekarang ini perusahaan itu berbasis di China. Sekarang ini kan banyak sekali teman-teman mengatakan anti-China dan sebagainya. Ini berarti kan mau diseret-seret ke sana," kata Ketua Umum SPPI Ilyas Pangestu kepada NU Online, Ahad (10/5).
 
SPPI melihat pemerintah terlalu berhati-hati dalam memproses kasus eksploitasi ini dan mengambil kesimpulan tanpa investigasi yang mendalam. Padahal, kata Ilyas, kasus tersebut murni persoalan hukum dan kemanusiaan.

"Ini persoalan hukum dan persoalan kemanusiaan (bukan politik rasis)," ucapnya.

Ilyas meminta semua pihak fokus pada penyelesaian hak-hak korban, baik gaji, kompensasi, atau yang lainnya. Ia juga meminta agar perusahaan yang mempekerjakan para ABK WNI tersebut diberikan hukuman supaya ada efek jera.

Sebelumnya, 18 ABK WNI diduga menjadi korban eksploitas di kapal milik China bernama Longxing. WNI tersebut dipaksa mulai dari bekerja berdiri selama 30 jam, meminum air laut yang disuling hingga diperlakukan dengan buruk selama bekerja. Bahkan, sebagian dari mereka hanya dibayar Rp 1,8 juta untuk 13 bulan.

Kasus itu pun langsung mendapat reaksi keras dari berbagai pihak. GP Ansor misalnya, mengecam perusahaan kapal. Bahkan GP Ansor menyebut tindakan perusahaan kapal kepada ABK WNI sebagai perbudakan modern.

"Tragedi kemanusiaan yang menimpa 18 ABK asal Indonesia tersebut adalah bentuk-bentuk perbudakan modern (modern slavery) dan diduga keras telah terjadi TPPO. Hal ini tampak jelas dari cara perusahaan menangani ABK yang sedang sakit hingga penguburannya yang tidak manusiawi dengan cara melarung ke laut. Ini tindakan biadab, sebab itu kami mengutuk keras,” kata Ketua Umum  PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.

Reaksi keras juga datang dari Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti. Susi melalui akun Twitternya menyatakan bahwa Ilegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF) harus dihentikan karena terjadi pelanggaran, yakni mengambil sumber daya ikan yang ada. 

“Itulah kenapa Ilegal Unreported Unregulated Fishing harus dihentikan. Ingat dulu kasus Benjina ?” kata Susi.

Susi menjelaskan, IUUF adalah kejahatan lintas negara yang dilakukan di beberapa wilayah laut di beberapa negara oleh kru, ABK dari beberapa negara yang hasil tangkapannya dijual ke beberapa negara.

“(Ini) melanggar hukum banyak negara,” kata Susi.

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi