KH Afifuddin Muhajir: Posisi Orang Alim Lebih Tinggi Dibanding Orang dengan Nasab Tinggi
Jum, 5 Mei 2023 | 13:45 WIB
Patoni
Penulis
Jakarta, NU Online
Wakil Rais āAam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir menegaskan bahwa Islam menempatkan orang alim atau berilmu pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan orang yang punya nasab tinggi.
"Islam menempatkan orang alim pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan orang yang punya nasab tinggi," terang Kiai Afif saat menjadi pembiacara pada Annual International Conference for Islamic Studies (AICIS) 2023 di Surabaya, Kamis (4/5/2023) dilansir Kemenag.
KH Afifuddin Muhajir menegaskan hal itu sebagai prinsip kesetaraan dalam Islam. Bersama Pengacara Mahkamah Agung Nigeria, Prof. Mashood A. Baderin, Kiai Afif membedah tema Maqashid al-Syariah as a Reference and Framework of Fiqh for Humanity.
Soal orang alim dan orang dengan nasab tinggi, KH Afifuddin Muhajir menceritakan kisah Rafiā bin Mahram yang dikenal dengan sebutan Abul Aliyah. Ia adalah bekas hamba milik seorang wanita Bani Riyah yang kemudian menjadi tabiāin yang sangat teliti dari penduduk Basrah, dan terkenal dengan ahli fiqih dan Tafsir.
Dalam sebuah riwayat, kata Kiai Afif, dijelaskan bahwa Abul Aliyah memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan Ibnu Abbas, yang tidak lain ialah sepupu Nabi Muhammad saw. Sedangkan seluruh kaum Quraisy berada di bawah Ibnu Abbas.
Sebelumnya, Prof Siti Aisiyah (Guru Besar UIN Alauddin Makassar) selaku pemandu acara menjelaskan Al-Qurāan dan Hadits tentang nilai kesetaraan dan kesamaan.
"Perbedaan yang ada di Indonesia maupun golongan itu adalah sunnatullah. Itu tetap harus dijaga untuk menjadi suatu keutuhan sebagai persatuan dan keunikan. Tidak usah ribut, tidak usah ada pembedaan karena perbedaan itu biasa saja," katanya.
Sesi tersebut berlangsung di Gedung KH Saifuddin Zuhri Sport Center UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.
Rekomendai AICIS 2023
Gelaran AICIS 2023 sendiri menghasilkan Piagam Surabaya, sebagai berikut:
- Rekontekstualisasi semua doktrin dan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan prinsip martabat manusia, kedamaian, dan keadilan
- Menjadikan maqashid al-syariah (tujuan tertinggi hukum Islam) sebagai prinsip penuntun reformulasi fiqih
- Definisi, tujuan dan ruang lingkup fikih harus didefinisikan ulang atas dasar integrasi pengetahuan Islam, ilmu sosial dan hak asasi manusia untuk mengatasi masalah kontemporer
- Menafsirkan ulang semua doktrin fikih yang mengkategorikan dan mendiskriminasi manusia atas dasar agama atau etnis, seperti konsep kafir dzimmy dan kafir, atau memandang selain Muslim sebagai tidak setara dan warga negara kedua
- Menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, khususnya yang berbasis agama, harus ditolak keras
- Memelihara keberagaman dalam hidup berdampingan yang toleran dan damai yang menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan, dan keadilan beragama.
Untuk mengimplementasikan fiqih sebagai sumber peradaban manusia, maka forum AICIS mendorong untuk menempatkan seluruh manusia sebagai mitra yang setara, bernilai dan aktif, bukan objek yang pasif.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
PBNU Buka Pendaftaran Beasiswa S1 ke Al-Azhar Mesir, Ini Ketentuan dan Cara Daftarnya
2
Khutbah Jumat: Menjadi Pribadi Lebih Baik di Tahun Baru Islam
3
DKPP Berhentikan Hasyim Asy'ari sebagai Ketua KPU RI karena Kasus Tindakan Asusila
4
Khutbah Jumat Tahun Baru Hijriah: Kiat Memperbaiki Masa Depan
5
Diberhentikan DKPP, Ketua KPU: Alhamdulillah, Terima Kasih
6
Khutbah Jumat: 7 Upaya Menata HatiĀ
Terkini
Lihat Semua