Nasional HARLAH KE-56 LESBUMI

Berkenalan dengan Seni Rupa dan Karyanya

Sel, 27 Maret 2018 | 08:15 WIB

Jakarta, NU Online 
Publik tentu sering atau pernah mendengar istilah seni rupa. Namun, makhluk apa sebenarnya seni rupa itu? Apa pula karya yang masuk ke dalam ranah seni rupa? Lalu, apakah pesantren memiliki kaitannya dengan seni rupa? 

Menurut kurator pameran Matja yang digelar PBNU pada muktamar NU ke-33 2015 lalu, A. A. Anzieb, seni rupa adalah sebuah karya seni yang memiliki unsur visual atau rupa, bisa langsung dilihat oleh mata. 

“Unsur-unsur rupa itu ada garis, warna, tekstur, komposisi dan lain-lain,” katanya ketika dihubungi melalui surat elektronik Selasa (26/3) malam. 

Sementara yang termasuk ke dalam karya seni rupa adalah gambar, lukisan, patung, foto, video, ukiran, batik, instalasi, performance, dan lain lain.

Lalu bagaimana jika batik, misalnya, yang dibuat dari mesin, apakah masih karya seni rupa? Menurut Anzieb, masih. 

“Karya seni rupa belakangan kan udah mulai banyak yang berunsur mekanik, sound dan lain lain,” lanjutnya.

Dengan penjelasan demikian, maka pesantren sangat memiliki hubungan dengan karya seni rupa, misalnya kaligrafi. Bahkan beduk di mushala atau masjid bersama kentungan berikut pemukulnya.  

“Beduk atau kentungan itu karya seni yang jelas konteksnya. Bukankah kentongan atau beduk sebagai penanda waktu dan peristiwa?” katanya. 

Lebih lanjut Anzieb mengatakan, seni adalah setengahnya “wahyu”. Istilah ini sepertinya selaras dengan yang sering dikatakan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, bahwa sumber seni dari khawathir malakutiyah. Pernyataan Kiai Said ini berdasarkan khawathir yang dibagi empat menurut Imam Ghazali. 

Sementara wahyu hanya milik para nabi, dan tak pernah diberikan kepada selainnya. Makanya Anzieb memberi tanda petik pada penggunaan wahyu. 

Seni, lanjut Anzieb, adalah bawaan bayi, karunia, dan seterusnya. Seni pada awalnya merupakan sebuah ritual keyakinan (relijiusitas). Pada kepercayaan Sunda Wiwitan, misalnya, selalu ada unsur bunyi (tembang suara), rupa (kembang 7 warna), bau (pandan dan bebungaan), rasa (makanan manis dan asin), cair (air) dan seterusnya. 

“Maka, puncak dari kesenian adalah kemanusiaan,” katanya. 

Sebagaimana diketahui, NU memiliki lembaga seni budaya bernama Lesbumi. Lembaga tersebut dilahirkan para kiai di Bandung pada 28 Maret 1962. Besok, Rabu, lembaga tersebut genap 56 tahun. (Abdullah Alawi)